AroundMaps Logo
Search
Add Listing

About Pengadilan Tinggi Agama Kendari

Peradilan

Tags

Description

PENGADILAN TINGGI AGAMA KENDARI

Pengadilan Tinggi Agama merupakan sebuah lembaga peradilan di lingkungan Peradilan Agama yang berkedudukan di ibu Kota Provinsi sulawesi Tenggara Sebagai Pengadilan Tingkat Banding, Tepatnya beralamat di Jalan Wulele No.8 Wua-Wua (Samping Asrama Haji) Kendari Kode Pos 93117 Telp. +62-0401-3194475 Fax No. +62-0401-3196322 Website : http://www.pta-kendari.go.id Email : pta-kendari@badilag.net.

Pengadilan Tinggi Agama memiliki tugas dan wewenang untuk mengadili perkara yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama dalam tingkat banding.

Selain itu, Pengadilan Tinggi Agama juga bertugas dan berwenang untuk mengadili di tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan mengadili antar Pengadilan Agama di daerah hukumnya.

Pengadilan Tinggi Agama dibentuk melalui Undang-Undang dengan daerah hukum meliputi wilayah Provinsi. Susunan Pengadilan Tinggi Agama terdiri dari Pimpinan (Ketua dan Wakil Ketua), Hakim Anggota, Panitera, / Sekretaris ,Pejabat Struktural dan Fungsional, Pegawai serta tenaga pendukung lainnya.


A. VISI DAN MISI

VISI

Bahwa Negara Republik Indonesia, sebagai Negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, bertujuan untuk mewujudkan tata kehidupan bangsa yang sejahtera, aman, tentram dan tertib

Untuk mewujudkan tata kehidupan tersebut dan menjamin persamaan kedudukan warga Negara dalam hukum diperlukan upaya untuk menegakkan keadilan,kebenaran,ketertiban dan kepastian hukum yang mampu memberikan pengayoman kepada masyrakat.

Salah satu upaya untuk menegakkan keadilan,kebenaran,ketertiban,dan kepastian hukum tersebut, adalah melalui Peradilan Agama, namun persoalan –persoalan yang dihadapi Peradilan Agama dalam rangka upaya tersebut semakin bertambah rumit dan kompleks seiring semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi.

Oleh karena itu untuk menjawab persoalan-persoalan tersebut, maka Peradilan Agama harus menjadi pengadilan yang modern, independen, bertanggung jawab, kredibel, menjunjung tinggi hukum dan keadilan.

Bertitik tolak dari hal tersebut di atas, maka visi Pengadilan Tinggi Agama Kendari yang ditetapkan adalah:
“Terwujudnya Peradilan Agama Sulawesi Tenggara Yang Agung”

Visi adalah suatu gambaran menantang tentang masa depan yang berisikan cita atau bahkan tuluan hukum (rechtsidea) yang ingin diwujudkan. Vlsi berkaitan dengan pandangan ke depan yang menyangkut ke mana Peradilan Agama Sulawesi Tenggara akan dibawa dan diarahkan dapat berkarya secara konsisten, tetap eksis, antisipatif, inovatif dan dibutuhkan (needed) oleh masyarakat.



MISI

Misi adalah sesuatu yang harus diemban atau dilaksanakan untuk mewujudkan visi yang telah ditetapkan.
Misi yang telah ditetapkan untuk mencapai vlsi tersebut di atas adalah:

MENJAGA KEMANDIRIAN PERADILAN AGAMA
MEMBERIKAN PELAYAN HUKUM YANG BERKEADILAN
MENINGKATKAN KUALITAS KEPEMIMPINAN PERADILAN AGAMA
MENINGKATKAN KREDIBILITAS PERADILAN AGAMA

Penjelasan Makna Misi:

Misi Pertama : Menjaga Kemandirian Peradilan Agama. Yang dimaksud dengan kemandirian Peradilan Agama, adalah peradilan dalam menyelenggarakan kekuasaan kehakiman bebas dan campur tangan oleh pihak lain. Kemandirian Peradilan bermakna mampu bertindak sendiri tanpa bantuan pihak lain, artinya bebas dan campur tangan siapapun dan bebas dan pengaruh apapun.

Peradilan dalam menjalankan fungsinya harus secara mandiri dan bebas
dan pengaruh, tekanan, ancaman, bujukan, baik yang bersif1t Iangsung maupun tidak langsung dan pihak manapun, sehingga bebas dan KKN.

Misi Kedua Memberikan Pelayanan Hukum Yang Berkeadilan, mengandung makna bahwa pelayanan hukum yang dilakukan oleh peradilan, harus menjunjung tinggi rasa keadilan dengan azas pelayanan yang cepat, sederhana, dan biaya ringan. Dengan demikian pelayanan peradilan kepada masyarakat dapat dibenikan secara mudah dan tidak diskriminatif.

Untuk mewujudkan hal tersebut perlu adanya upaya peningkatan kualitas pelayanan dengan SDM yang proporsional dan profesional serta tersedianya sarana dan prasarana di seluruh Kabupaten/Kota. Dengan demikian, apatisme masyarakat terhadap peradilan yang selalu menganggap bahwa berproses ke pengadilan akan selalu lama, berbelit-belit, memakan biaya yang mahal, diskriminatif, sudah tertepis dengan misi tersebut.

Misi Ketiga : Meningkatkan Kualitas Kepemimpinan Peradilan Agama,
dimaksudkan agar pelaksanaan tugas dan fungsi berjalan secara efektif dan efisien sesuai dengan program kerja dan perundang-undangan yang berlaku.
OIeh karena itu, pembinaan dan pengawasan perlu terus dibangun dan digalakkan, sehingga aparatur peradilan agama menjadi lebih proporsional dan profesional dalam menjalankan tugas dan fungsinya.

Misi Keempat : Meningkatkan Kredibilitas Peradilan Agama, mengandung makna bahwa tugas dan fungsi peradilan agama harus dllaksanakan secara akuntabilitas dan transparansi.

Akuntabilitas artinya suatu bentuk kinerja yang dapat dipertanggung jawabkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sedang transparansi artinya, bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan. Dengan demikian keluhan masyarakat semakin diminimalisir, kepercayaan masyarakat terhadap kinerja peradilan semakin tinggi, sehingga kredibilitas Peradilan Agama semakin meningkat.



B. TUJUAN

Terwujudnya tertib administrasi peradilan dalam melaksanakan tugas Pengadilan Tinggi Agama Kendari
Terciptanya aparatur peradilan yang memiliki integritas dan moralitas yang tinggi.
Terwujudnya pelayanan hukum yang prima bagi masyarakat pencari keadilan dengan efektif efisien dan berkualitas.
Terwujudnya penataan arsip perkara secara tersusun, tertib, rapi, aman dan terkontrol.
Terciptanya kemampuan kualitas aparatur (SDM) Pengadilan Tinggi Agama Kendari

SEJARAH PERADILAN AGAMA DI INDONESIA



Masa (Periode ) Prapemerintahan Hindia Belanda
1. Tahkim dan muhakkam
Ketika pemeluk umat islam masih sedikit, wujud Peradilan Agama belum seperti sekarang ini, pada masa itu bila terjadi perselisihan atau sengketa, diantara anggota masyarakat, diselesaikan dengan cara tahkim kepada guru atau mubaligh yang dianggap mampu dan berilmu Agama, orang yang bertindak sebagai hakim disebut muhakkam.



Masa (Periode) Ahlul Hilli Wal’aqdi
Ketika penganut Agama Islam telah bertambah banyak dan terorganisir dalam kelompok masyarakat yang teratur, jabatan hakim atau Qodhi dilakukan secara pemilihan dan baiat oleh ahlul hilli wal’aqdi, yaitu pengangkatan atas seseorang yang dipercaya ahli oleh majelis atau kumpulan orang-orang terkemuka.


Masa (Periode) Tauliyah

di Aceh dengan nama Mahkamah Syari’ah Jeumpa
di Sumatra Utara dengan nama Mahkamah Majelis Syara’
di Sulawesi, Maluku, dan Irian Jaya yang merupakan bekas wilayah kerajaan Islam Ukai istilah “Hakim Syara” atau”Qadhi Syara”
di Kalimantan, khususnya Kalimantan Selatan, karena peran Syekh Arsyad Al-Banjari, kerapatan Qadhi dan Kerapatan Qadhi Besar,
di Sumbawa Hakim Syara’ di Sumatra Barat nama mahkamah tuan kadi atau Angku Kali;
di Bima (NTB) dengan nama Badan Hokum Syara dan;
di kerajaan Mataram Pengadilan Surambi , disebut demikian karena tempat mengadili dan memutus perkara adalah di Serambi Masjid.



Masa (Periode ) Peralihan / Transisi
Berlakunya hukum perdata islam diakui oleh VOC dengan resolute der indische regeling tanggal 25mei 1760, yaitu berupa suatu kumpulan aturan hokum perkawinan dan hokum kewarisan menurut hokum islam , atau compendium freijer; untuk dipergunakan di pengadilan VOC .
Juga terdapat kumpulan-kumpulan hokum perkawinan dan hokum kewarisan menurut hokum islam yang dibuat yang dipakai di daerah-daerah lain , yaitu Cirebon, Semarang dan Makassar.



Masa (Periode ) Pemerintahan Hindia Belanda Ke-I
Di dala m pasal 1 stbl.1882 no 152 di sebutkan bahwa di tempat-tempat dimana telah di bentuk (pengadilan) landraad maka disana di bentuk pengadilan agama. Didalam sbl.1882 no. 152 tersebut tidak disebut mengenai kewenangan pengadilan agama. Didalam pasal 7 hanya disinggung potongan kalimat yang berbunyi “keputusan raad agama yang melampaui batas wewenang” yang memberikan petunjuk ada peraturan sebelumnya yang mengatur mengenai ordonasi yang menyangkut wewenang Pengadilan Agama. Ordonasi tersebut adalah stbl. 1820 no 22 jo kemudian stbl. 1835 no.58. dalam pasal 13 stbl. 1820 no.22 jo. Stbl 1835 no.58, disebutkan : “jika diantara orang Jawa dan orang Madura terdapat perselisihan (sengketa) mengenai perkawinan maupun pembagian harta pusaka dan sengketa-sengketa sejenis dengan ituharus diputus menurut Hukum Syara’(Agama) Islam, maka yang menjatuhkan keputusan dalam hal itu hendaknya betul-betul ahli Agama Islam”



Masa (Periode ) Pemerintahan Hindia Belanda Ke-II
Pada tahun 1925 regering reglement di ubah namanya menjadi : IS (wet de op staats inrichting van nederlands indie) dengan stbld. 1925 No. 415 jo. 447 pasal 78 RR lama dijadikan/diberi pasal baru, yaitu 134 IS (indiche staats regeling)
Pada tahun 1929 baru diadakan perubahan mengenai isi stbld . 1925 tersebut dan dalam kaitannya dengan lembaga Peradilan Agama . Pada tahun 1929 baru di adakan perubahan mengenai isi dari IS, yaitu dengan Stbld . 1929 No. 221 Pemerintah Hindia Belanda mengubah pasal 134 ayat (2) IS , sehingga di nyatkan bahwa ,
Dalam hal terjadi perkara perdata antara sessama orang islam akan di selesaikan oleh hakim agama islam islam apabila hokum adat mereka menghendakinya dan sejauh tidak ditentukan lain dengan suatu ordonasi.
Pernyataan pasal itu dapat diartikan bahwa hokum islam tidak berlaku lagi di Indonesia kecuali untuk hal-hal yng menghendaki oleh hokum adat . Pasal 134 ayat (2) IS 1925 itulah yang menjadi formal dan pangkal tolak dari teori “receptie”
Sejak saat itu, bermulalah suatu masa dimana seakan-akan masyarakat Indonesia telah merasakan suatu hal yang benar dan biasa saja hukum islam itu bukan hokum di Indonesia dan telah tertanam didalam pikiran orang khususnya kalangan sarjan hukkum bahwa yang berlaku adalah hokum adat , dan hanyalah, kalau hokum islam itu menjadi hokum adat barulah menjadi hokum.
Sebagai tindak lanjut dari kebijakan tersebut, pemerintah penjajah mengeluarkan stbld. 1937 No. 116 yang mengurangi wewenang Pengdilan Agama memeriksa perkara waris sehingga wewenangnya hanya mengenai Nikah, Talak, dan Rujuk saja. Dalam pasal 3 ayat 1 disebutkan bahwa, bila sebuah keputusan hakim agama tidak di terima untuk dijalankan (enggan dilaksanakan), maka dimintakan executor verklaring ke Pengadilan Negeri (Peradilan Umum).
Dengan stbl. 1937 no. 638 dan 639 di atur pembentukan pengadilan agama (disebut Kerapatan Kadi) dan Pengadilan Tinggi Agama (disebut Kerapatan Kadi Besar) di Kalimantan seLatan dan Timur, dengan mengecualikan daerah pulau laut dan dan hulu sungai. Sedang mengenai wilayah kekuasaan mengadili, dan ketentuan lain tidak berbeda dengan ketentuan untuk lingkungan Peradilan Agama untuk Jawa dan Madura.
Kemudian dengan stbld. 1937 No. 610 di bentuk lembaga Peradilan Banding (Appel) yaitu Mahkamah Islam Tinggi dalam Peradilan Agama di Jawa dan Madura. Dalam pasal 7 disebutkan susunan pengadilan yang terdiri dari seorang ketua, dua orang anggota , dan seorang panitera.



Masa (Periode ) Penjajahan Jepang
Lembaga Pengadilan Agama yang sudah ada sejak penjajahan Belanda, tetap berdiri dan di biarkan bentuknya semula. Perubahan yang yang dilakukan terhadap lembaga ini hanyalah dengan memberikan atau mengubah nama saja yaitu sooryoo hooin untuk pengadilan agama dan kaikyoo kootoo hooin untuk Mahkamah Islam Tinggi (Pengadilan Tinggi Agama).
Dalam sidang dewan pertimbangan (sanyo kaigi) di persoalkan apakah urusan agama islam dilaksanakan oleh pemerintah, dan apakah pengadilan agama berdiri terpisah dengan pengadilan negeri atau menjadi bagian dari pengadilan negeri, dengan mengangkat penasihat urusan agama . H. Zaini A. Noeh dan H. A Basiit Adnan dalam buku sejarah singkat pengadilan agama islam di Indonesia menuliskan. Bahwa jepang berpendirian untuk mengadakan keseragaman (unifikasi) dalam peradilan, yaitu satu peradilan untuk semua golongan penduduk kecuali untuk bangsa jepang.meninjau secara ringkas tentang keadaan peradilan diseluruh Indonesia zaman jepang adalah sukar sekali , oleh karena daerah-daerah Indonesia pada zaman pendudukan jepang dibagi-bagi dalam kekuasaan yang berbeda, yakni Sumatra adalah termasuk daerah angkatan darat yang berpusat di shonanto (Singapura), Jawa Madura dan Kalimantan adalah daerah angkatan darat yang berpusat di Jakarta . sedang Sulawesi, Maluku, dan Nusa Tenggara adalah daerah angkatan laut yang berpusat di Makasar.


Masa Setelah Kemerdekaan Republik Indonesia
Dalam UU No. 14 tahun 1970 tentang pokok kekuasaan kehakiman ditegaskan :

Prinsip Peradilan dilakukan”demi keadilan beradasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” (Pasal 4 ayat 1) Proses Peradilan Sederhana , cepat dan biaya ringan ( Pasal 4 ayat 2)
Kekuasan Kehakiman dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan :

· Peradilan Umum
· Peradilan Agama
· Peradilan Militer
· Peradilan Tata Usaha Negara (Pasal 10 Ayat 1)

Kasasi berada di tangan Mahkamah Agung untuk semua lingkungan Peradilan Negara , (pasal 10ayat 2,3, dan 4)
Badan-badan Peradilan (di luar lingkungan departemen kehakiman secara organisatoris , administrative dan financial tetap berada di bawah kekuasaan masing-masing departemen (Pasal 11 Ayat 1) ; dan
Susunan kekuasaan dan acara dari badan-badan peradilan tersebut diatur dalam Undang-Undang tersendiri (Pasal 12).

Dalam pasal 63 ayat 1 di tegaskan bahwa, Yang dimaksud dengan pengadilan dalam Undang-Undang ini adalah
a. Pengadilan Agama bagi mereka yang beragama Islam
b. Pengadilan Umum bagi lainnya.
Setelah berlakunya UU No. 1 tahun 1974 dan setelah berlakunya UU no. 7 tahun 1989 terdapat 16 hal yang merupakan wewenang Pengadilan Agama. selanjutnya dikeluarkan Pengaturan Menteri Agama ( PMA) No. 3 tahun 1975 tentang kewajiban pegawai pencatat nikah.
Pada tahun 1985 di keluarkan UU No. 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung . dalam Pasal 1 ditetapkan bahwa , Mahkamah Agung adalah Lembaga Tinggi Negara Sebagaimana dimaksud dalam ketetapan Majelis Permusyawaran Rakyat Republic Indonesia NO. III MPR / 1978. Dalam pasal 2 ditetapkan bahwa Mahkamah Agung adalah Pengadilan Agama Tertinggi dari semua lingkungan pengadilan , yang dalam melaksanakan tugasnya terlepas dari pengaruh pemerintah dan pengaruh-pengaruh lainnya.
Tahun 1989 -1999
Setalah berlakunya UU No. 7 tahun 1989,di keluarkan tiga peraturan yaitu :
a. Surat edaran Mahkamah Agung No. 1tahun 1990, tanggal 12 maret 1990 tentang petunjuk pembuatan penetapan sesuai pasal 84 ayat 4 UU No. 7 tahun 1989;
b. Surat edaaran menteri agama No. 2 tahun 1990 tentang petunjuk pelaksanaan UU No. 7 tahun 1990; dan
c. Instruksi Presiden No. 1 tahun 1991 tentang penyebar luasan Kompilasi Hukum Islam.
Empat lingkungan kekuasaan kehakiman yaitu:
1. Peradilan Umum
2. Peradilan Agama
3. Peradilan Militer
4. Peradilan Tata Usaha Negara
Berdasarkan pasal 11 UU No.14 tahun 1970 empat lingkungan kekuasaan kehakiman tersebut diatas secara administrative, organisatoris, dan financial berada di bawah lingkungan departemen masing-masing. Dengan demikian departemen kehakiman membawahi peradilan umum dan peradilan tata usaha Negara , departemen agama membawahi peradilan agama dan departemen pertahanan dan keamanan (dahulu) membawahi peradilan militer.

SEJARAH TERBENTUKNYA PENGADILAN TINGGI AGAMA KENDARI

Sebelum berdirinya Pengadilan Tinggi Agama Kendari, Yurisdiksi pengadilan agama di wilayah provinsi sulawesi tenggara masuk dalam yurusdiksi dalam wilayah yurisdiksi Pengadilan Tinggi Agama Makassar.

Kemudian sejak tahun 1995 berdasarkan Undang-Undang No. 3 Tahun 1995 diresmikankanlah Pengadilan Tinggi Agama Kendari bersamaan dengan 3 Pengadilan Tinggi Agama lainnya di wilayah Bengkulu, Palu dan Kupang. Pengadilan Tinggi Agama Kendari mulai beroperasi dan menjalankan fungsinya sejak tanggal 25 November 1995 hingga saat ini

Map

Add Reviews & Rate item

Your rating for this listing :

Help Us to Improve :

Working Hours :

  • Monday 08:00 - 16:30
  • Tuesday 08:00 - 16:30
  • Wednesday 08:00 - 16:30
  • Thursday 08:00 - 16:30
  • Friday 08:00 - 16:30
  • Saturday -
  • Sunday -

Location / Contacts :